Negosiasi Kemanusiaan: Pembebasan Kapten Philip Mark Mehrtens dari Tangan KKB

RILISINFO.COM, Jakarta – Setelah satu setengah tahun menjalani masa penyanderaan yang penuh ketidakpastian di tangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua, Kapten Philip Mark Mehrtens, pilot Susi Air asal Selandia Baru, akhirnya kembali ke pangkuan kebebasan. Sabtu, 21 September 2024, Mehrtens tiba di Jakarta setelah diterbangkan oleh TNI AU dari Timika. Kedatangannya di Bandar Udara Halim Perdanakusuma disambut dengan rasa syukur, meski proses pemulihan fisik dan psikologis masih harus dilalui.

Pembebasan ini merupakan klimaks dari rentetan panjang negosiasi dan operasi yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari aparat keamanan hingga tokoh masyarakat setempat. Meski demikian, perjalanan menuju kebebasan Mehrtens tidaklah mudah dan memakan waktu hampir dua tahun.

Kronologi: Dari Penculikan hingga Pembebasan

  1. 6 Februari 2023 – Penculikan di Distrik Paro
    Insiden bermula ketika pesawat Susi Air dengan rute penerbangan dari Timika menuju Distrik Paro, Kabupaten Nduga, mengalami pendaratan darurat. Saat pesawat mendarat, kelompok bersenjata di bawah pimpinan Egianus Kogoya langsung menyergap. Kapten Philip Mark Mehrtens, yang merupakan pilot dari Selandia Baru, dibawa sebagai sandera oleh KKB. Pesawat tersebut dibakar oleh kelompok tersebut sebagai bentuk ancaman.
  2. Februari – Maret 2023 – Tuntutan KKB dan Respons Pemerintah
    Setelah penculikan, KKB Egianus Kogoya mengajukan tuntutan politik yang berat: penarikan seluruh pasukan TNI-Polri dari wilayah Papua dan pemberian otonomi penuh bagi Papua. Tuntutan ini langsung ditolak pemerintah. Namun, upaya negosiasi terus dilakukan. Pemerintah Indonesia membentuk Satgas Operasi Damai Cartenz 2023, mengedepankan pendekatan lunak (soft approach) agar tidak membahayakan sandera.
  3. April – Juli 2023 – Negosiasi Alot
    Selama periode ini, negosiasi berjalan dengan alot. Berbagai pihak dilibatkan, termasuk tokoh agama, pemuka adat, dan keluarga sandera. Namun, KKB tetap menuntut pemenuhan syarat politik yang tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah Indonesia. Negosiasi berulang kali menemui jalan buntu.
  4. Agustus – Oktober 2023 – Operasi Penyelamatan Direncanakan
    Meski upaya diplomatik terus berjalan, aparat keamanan mulai merancang operasi penyelamatan yang direncanakan dengan sangat hati-hati. Satuan elite TNI dan Polri disiagakan di berbagai wilayah di sekitar Nduga, dengan fokus pada upaya meminimalkan risiko bagi sandera. Operasi pencarian lokasi KKB terus dilakukan.
  5. Maret 2024 – Tanda-Tanda Kebebasan
    Memasuki tahun kedua penyanderaan, upaya negosiasi mulai menunjukkan kemajuan. Keterlibatan tokoh agama dan masyarakat lokal berhasil melunakkan sebagian besar kelompok penyandera. Meski KKB tetap menolak tuntutan awal mereka, jalan tengah mulai terlihat setelah lebih dari setahun.
  6. September 2024 – Pembebasan Mehrtens
    Pada 21 September 2024, Kapten Philip Mark Mehrtens akhirnya berhasil dibebaskan dari penyanderaan di Distrik Maibarok, Kabupaten Nduga. Satgas Operasi Damai Cartenz berhasil menjemputnya dari persembunyian KKB tanpa insiden berarti. Setelah itu, ia langsung diterbangkan menuju Timika untuk menjalani pemeriksaan medis dan psikologis. Selanjutnya, Mehrtens diterbangkan ke Jakarta menggunakan pesawat TNI AU.

Brigjen Pol Faizal Ramadhani, Komandan Operasi Damai Cartenz 2024, menegaskan bahwa pihaknya selalu mengutamakan pendekatan kemanusiaan dalam operasi ini. “Selama ini, kami terus mengedepankan pendekatan soft approach dan akhirnya berhasil membebaskan Kapten Philip dalam kondisi selamat,” ujar Faizal.

Tantangan Papua yang Belum Usai
Meski pembebasan Kapten Philip Mark Mehrtens menjadi pencapaian penting, isu Papua tetap menjadi tantangan besar bagi pemerintah Indonesia. Penyelesaian konflik bersenjata dan tuntutan politik dari kelompok separatis masih membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. Pembebasan Mehrtens menjadi simbol harapan bahwa dialog dan pendekatan kemanusiaan bisa menjadi jalan keluar dari konflik berkepanjangan di Papua. (*)