Kejaksaan RI Hentikan Penuntutan Enam Perkara, Tegaskan Komitmen pada Keadilan Restoratif

RILISINFO.COM, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 6 (enam) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin, 14 Juli 2025.

Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Joni alias Jon bin Sudirman dari Kejaksaan Negeri Sekadau, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.

Kronologi bermula pada Selasa, 20 Mei 2025 sekitar pukul 06.00 WIB, ketika Tersangka Joni alias Jon bin Sudirman, yang bekerja sebagai pemanen di perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Permata Hijau Sarana (PHS), melaksanakan tugas memanen buah kelapa sawit di area Blok A10. Setelah berhasil memenuhi target panen, Tersangka kemudian menyembunyikan 9 janjang kelapa sawit dengan berat total 220 kilogram ke dalam parit di antara jalan blok dan kebun, lalu menutupinya dengan pelepah daun sawit agar tidak terlihat oleh siapapun.

Tersangka berencana mengambil kembali buah sawit tersebut keesokan harinya pada saat subuh untuk dijual dan hasil penjualannya akan digunakan untuk membiayai pengobatan anaknya yang sedang sakit. Namun, saat hendak mengambil buah sawit yang disembunyikan, perbuatan Tersangka diketahui oleh saksi Syalihin Edo alias Edo bin Terasan, sehingga Tersangka diamankan oleh pihak keamanan perusahaan dan diserahkan untuk proses hukum.

Atas perbuatan Tersangka, PT PHS mengalami kerugian sebesar Rp632.280,00. Dalam proses pemeriksaan, Tersangka mengakui perbuatannya dan menyampaikan penyesalan mendalam.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Sekadau Adyantana Meru Herlambang, S.H., M.H., Kasi Pidum Sondang Edward Situngkir, S.H., M.H., dan Jaksa Fasilitator Ikhwan Ikhsan, S.H. menginisiasi penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice. Dalam proses perdamaian yang berlangsung pada 14 Juli 2025, Korban menyatakan telah memaafkan Tersangka tanpa syarat dan sepakat untuk tidak melanjutkan perkara ke persidangan.

Permohonan penghentian penuntutan ini kemudian diajukan ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan disetujui oleh JAM-Pidum dalam ekspose virtual tersebut.

Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 5 (lima) perkara lainnya, yaitu:

  1. Tersangka Normansyah alias Norman bin Amrin dari Kejaksaan Negeri Singkawang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  2. Tersangka Miqdad Zahidi bin Umar dari Kejaksaan Negeri Singkawang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  3. Tersangka Sartono alias Tono bin Arifin dari Kejaksaan Negeri Sintang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
  4. Tersangka Arisman alias Aris bin Sudirman (Alm) dari Kejaksaan Negeri Pekanbaru, yang disangka melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan.
  5. Tersangka Yadi bin Marwi (Alm) dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

  • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
  • Tersangka belum pernah dihukum;
  • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
  • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
  • Pertimbangan sosiologis;
  • Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (Sya)

Sumber: Puspenkum Kejagung RI