Makan Sekolah, Ketahanan Pangan, dan Masa Depan Anak Indonesia
RILISINFO.COM,
Oleh: dr. NishaL Kaur Dhillon
Program makan bergizi gratis yang diluncurkan pemerintah Indonesia pada tahun 2024 merupakan intervensi besar dalam bidang gizi anak dan ketahanan pangan nasional. Dan untuk 2026 anggaran yang di minta adalah 260 trilyun rupiah , program ini diarahkan untuk menurunkan prevalensi stunting dan kekurangan gizi kronis, terutama pada anak usia sekolah dasar. Meski demikian, pelaksanaan yang terpusat dan menyerupai sistem logistik nasional telah menimbulkan kritik dari berbagai kalangan, termasuk penggiat pangan lokal, pendidik, dan antropolog pangan.
Alih-alih membangun sistem pangan yang berakar pada konteks lokal dan berbasis komunitas, program ini lebih menyerupai pendekatan ‘franchise gizi’. Menu yang seragam, vendor skala besar, dan pengadaan terpusat menciptakan ketergantungan baru terhadap pasokan pangan dari luar daerah dan melemahkan potensi lokal.
Artikel ini mengusulkan pendekatan yang lebih berkelanjutan dan berbasis masyarakat dalam mengelola program makan sekolah, dengan dukungan dari data lapangan, kajian antropologi pangan, dan praktik baik dari berbagai wilayah.
1. Pemanfaatan Pangan Lokal
Indonesia memiliki kekayaan pertanian yang sangat beragam—buah tropis seperti pisang, pepaya, dan jambu biji, serta sayuran musiman seperti labu, kangkung, dan bayam. Selain itu, terdapat umbi dan serealia lokal seperti singkong, jagung, sagu, dan talas. Pangan-pangan ini memiliki kandungan serat tinggi dan indeks glikemik yang rendah.
Pemanfaatan bahan lokal dapat memperpendek rantai pasok, meningkatkan ketahanan pangan komunitas, dan mengurangi emisi logistik. Anak-anak pun belajar mengenal makanan dari lingkungan sekitarnya, membentuk ikatan antara rasa dan ruang hidup mereka.
2. Pelibatan Komunitas dalam Produksi Makanan Sekolah
Model dapur komunitas, koperasi wanita tani, dan kelompok ibu PKK telah terbukti efektif di berbagai daerah seperti Sleman dan Bali. Ketika ibu rumah tangga, UMKM pangan, dan petani lokal dilibatkan, program makan siang menjadi sarana pemberdayaan ekonomi
sekaligus membangun rasa memiliki.
Model ini lebih adaptif dan berdaya tahan, serta mampu mengakomodasi kearifan pangan lokal yang bervariasi antardaerah.
3. Pendidikan Kontekstual dan Literasi Pangan
Momen makan siang bisa menjadi bagian integral dari pembelajaran. Anak-anak dapat diajak menanam sayur, mengamati pertumbuhannya (IPA), mengenal sejarah pangan daerah (IPS), atau menggambar buah lokal (seni rupa).
Integrasi pendidikan gizi ke dalam kegiatan belajar mendorong kesadaran kritis terhadap pilihan makan, serta membangun rasa tanggung jawab terhadap lingkungan dan kesehatan pribadi.
4. Inovasi Kuliner dan Pelestarian Budaya Makan
Program makan sekolah nasional menyentuh jutaan anak setiap hari. Skala ini adalah peluang besar untuk mendokumentasikan, mengembangkan, dan melestarikan resep lokal.
Kolaborasi dengan institusi pendidikan tinggi seperti politeknik atau universitas dapat melahirkan inovasi menu berbahan lokal yang bergizi dan hemat. Ini juga membuka ruang bagi diplomasi kuliner dan pelestarian gastronomi Nusantara.
5. Menuju Sistem Gizi yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
Untuk menjadikan program ini warisan kebijakan yang hidup dan berdampak jangka panjang, perlu ada keberanian untuk mendengar komunitas, membuka ruang partisipasi, dan belajar dari praktik baik yang telah ada.
Jika didesain sebagai ruang pembelajaran dan pemberdayaan, makan sekolah bukan hanya intervensi gizi, tapi akan menjadi jalan menuju masa depan pangan Indonesia yang adil, sehat, dan berakar kuat.
Daftar Referensi
1. FAO. (2021). School-based food and nutrition education. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.
2. Miller, D. (2020). Eating in the Schoolyard: Anthropology of Food and Children. Routledge.
3. Rossi, R., & Freeman, J. (2018). The Power of Local Procurement: School Meals and Smallholder Farmers. World Food Programme.
4. Hadiprayitno, I. (2019). Food Sovereignty and the Politics of Food in Indonesia. Asia Pacific Journal of Anthropology.
5. Bappenas. (2023). Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting 2020–2024.
(*)