Neo-Imperialisme AS Masih Mengancam, MUI Minta Indonesia Waspada

RILISINFO.COM, Jakarta  — Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof. Sudarnoto Abdul Hakim, mengingatkan agar Indonesia tidak terjebak dalam irama politik dan kepentingan Amerika Serikat. Dalam situasi global yang sarat tekanan ekonomi dan ketegangan geopolitik, ia menilai kedaulatan Indonesia harus dijaga dari intervensi asing, terutama dari kekuatan adidaya seperti AS.

“Amerika Serikat sudah kelihatan panik sejak awal, terutama dalam konflik Gaza. Dukungan penuh terhadap penghancuran Gaza menimbulkan beban besar, termasuk secara ekonomi dan politik dalam negeri mereka,” ujar Sudarnoto, Jumat (25/4/2025).

Menurut dia, beban biaya perang dan krisis internal telah memengaruhi kebijakan luar negeri AS, termasuk terhadap Ukraina yang kini tampak mulai dikesampingkan. Ia menyebut ambisi AS untuk menundukkan Hamas dan menguasai Gaza—yang pernah dijuluki reviera of the Middle East—telah disertai tindakan genosida yang menambah tekanan moral dan politik terhadap negara tersebut.

Tantangan Global Baru

Sudarnoto menilai, ketegangan internal serta tekanan ekonomi membuat AS mengeluarkan berbagai kebijakan yang berpotensi merugikan negara lain. Termasuk di antaranya kebijakan tarif dagang yang menurut dia mencerminkan upaya penyelamatan ekonomi domestik secara tidak sehat.

“Indonesia tidak boleh mengikuti irama mereka. Jika kita tunduk, maka akan terbentuk dominasi baru yang merugikan secara politik dan ekonomi. Sudah saatnya neo-imperialisme dihentikan. Mitos super power Amerika mulai runtuh,” tegasnya.

Ia juga menyinggung dinamika baru di tataran global, termasuk pengaruh China dan tumbuhnya aliansi seperti BRICS yang menurutnya membuka jalan bagi negara-negara berkembang untuk keluar dari dominasi kapitalisme Barat.

Palestina dan Peran Indonesia

Terkait konflik Gaza, Sudarnoto mendorong Indonesia mengambil peran utama dalam upaya pembebasan Palestina dan rekonstruksi Gaza pascaperang. Ia menolak dominasi AS dalam proses tersebut, dan mengusulkan agar negara-negara pendukung Palestina, termasuk Indonesia, tampil sebagai pemimpin proses rekonstruksi.

“Indonesia adalah negara besar dengan kekayaan sumber daya dan jaringan internasional yang luas. Kita tidak boleh menjadi penonton. Sudah saatnya Indonesia menjadi aktor utama dalam pembebasan Palestina, dengan melibatkan langsung masyarakat Palestina sendiri,” ujarnya. (ihd)