Perjuangan Henry Philips Melawan Klaim Kepemilikan Rumah di Kemayoran

RILISINFO.COM, Jakarta — Henry Philips menghadapi gugatan hukum atas rumah yang telah dihuni keluarganya sejak 1952. Wartawan sekaligus pengacara ini berjuang mempertahankan haknya setelah rumahnya dirampas oleh pihak yang mengklaim sebagai pemilik sah berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Henry mengungkapkan, rumah di Jalan Kebon Kosong 1, Kemayoran, Jakarta Pusat, merupakan peninggalan orang tuanya, Hendrik Oskar Korengkeng. Namun, sejak 2017, sekelompok orang mengaku sebagai ahli waris Masirah datang dan menyatakan bahwa mereka memiliki SHM Nomor 483 yang diterbitkan Kantor Pertanahan Jakarta Pusat pada 28 Mei 2003.

“Dalam persidangan terungkap, mereka tidak tahu alas hak kepemilikan dari Masirah maupun dasar penerbitan sertifikat tersebut,” ujar Henry, Senin (11/3).

Meski mempertanyakan keabsahan sertifikat, Henry justru dilaporkan ke Polres Jakarta Pusat pada 5 Maret 2018 dengan tuduhan penyerobotan tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 167 KUHP. Setelah enam tahun bergulir, kasusnya dinyatakan lengkap (P21) pada 24 Juli 2024 dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

Kejaksaan mendakwanya dengan tindak pidana masuk secara paksa ke rumah orang lain. “Jaksa menuntut saya enam bulan penjara,” katanya. Henry menilai dakwaan itu tidak berdasar karena rumah tersebut telah ditempati keluarganya selama 73 tahun.

Henry pun melawan dengan menggugat perdata ahli waris Masirah di Pengadilan Negeri Bekasi. Namun, sebelum putusan keluar, ia sudah menghadapi proses pidana.

Indikasi Kejanggalan

Kuasa hukum Henry, Rusda Mawardi, menyebut banyak kejanggalan dalam penerbitan SHM 483. “Bukti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dilampirkan tidak sesuai dengan objek tanah dalam sertifikat,” ujarnya.

Selain itu, sertifikat tidak mencantumkan nomor RT/RW yang jelas, berbeda dengan alamat rumah Henry di RT 015/RW 01. “Tidak ada bukti penguasaan fisik objek lahan oleh pemohon sertifikat serta surat pernyataan bahwa tanah itu tidak dalam sengketa,” lanjut Rusda.

Rusda mengaku telah melaporkan dugaan pelanggaran ini ke Satgas Mafia Tanah Kementerian ATR/BPN serta Dewan Pengawas Mahkamah Agung. Ia juga berencana mengirim surat kepada Presiden untuk meminta perhatian terhadap kasus ini.

Sementara itu, Henry dijadwalkan membacakan pledoi dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (12/3), dengan majelis hakim yang diketuai Adeng Abdul Kohar. Ia berharap pengadilan mempertimbangkan seluruh bukti yang diajukannya. (*)