Tegaskan Sikap Kooperatif, Nadiem Dukung Proses Hukum Kasus Chromebook
RILISINFO.COM, Jakarta — Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menyatakan kesiapannya memberikan klarifikasi kepada penyidik Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek pada periode 2019–2022.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/6/2025), Nadiem menegaskan akan bersikap kooperatif selama proses hukum berlangsung. Ia juga menyampaikan dukungan penuh terhadap upaya penegakan hukum yang sedang berjalan.
”Saya siap bekerja sama dan mendukung aparat penegak hukum dengan memberikan keterangan atau klarifikasi apabila diperlukan,” ujar Nadiem.
Ia menambahkan, sepanjang menjabat sebagai menteri, dirinya selalu berpegang pada prinsip tata kelola yang baik dan tidak pernah menoleransi praktik korupsi dalam bentuk apa pun.
”Saya percaya, proses hukum akan mampu membedakan antara kebijakan yang menyimpang dan kebijakan yang dilandasi niat baik,” katanya.
Lebih lanjut, Nadiem mengajak publik agar tetap kritis, tetapi adil dalam menyikapi isu ini. Ia juga menekankan pentingnya menunggu hasil penyelidikan resmi tanpa terburu-buru menarik kesimpulan.
”Saya percaya masyarakat Indonesia berhak mendapat kejelasan dan keterbukaan,” ujarnya.
Penyidikan Berlanjut
Sementara itu, Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) tengah mendalami dugaan penyimpangan dalam pengadaan perangkat teknologi pendidikan tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menjelaskan, penyidik menemukan indikasi adanya pemufakatan jahat dalam proses penyusunan kajian teknis yang mengarahkan pengadaan ke produk berbasis sistem operasi Chrome.
”Padahal, uji coba Chromebook oleh Pustekkom pada 2019 menunjukkan hasil yang tidak efektif. Rekomendasi awal justru menyarankan spesifikasi berbasis sistem operasi Windows,” ujar Harli.
Namun, hasil kajian itu belakangan digantikan dengan rekomendasi baru yang mendukung penggunaan sistem operasi Chrome. Perubahan itu diduga dilakukan secara tidak wajar.
Pengadaan tersebut diketahui menelan anggaran hingga Rp 9,982 triliun. Rinciannya, Rp 3,582 triliun berasal dari dana satuan pendidikan dan Rp 6,399 triliun dari dana alokasi khusus.
Kejaksaan hingga kini masih memeriksa sejumlah saksi dari berbagai unsur untuk mengurai dugaan persekongkolan dalam proyek pengadaan digitalisasi pendidikan tersebut. (ihd)